Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) jemaat Sidorejo adalah sebuah Gereja Kristen yang mayoritas suku jawa.Secara geografis nya mempunyai batas wilayah :
- Sebelah barat : Kecamatan Kencong
- Sebelah utara : Kecamatan Semboro
- Sebelah timur : Kecamatan Semboro
- Sebelah selatan : Kecamatan Gumukmas
Lahirnya Jemaat Sidorejo tidak dapat lepas dari tumbuhnya Jemaat-jemaat yang bertebaran di wilayah timur, khususnya di daerah ex-karesidenan Besuki dan kabupaten Lumajang.Oleh karena itu secara ringkas diceritakan :
- Sebuah kelompok kecil yang disebut Kelompok Nyai Dasimah dkk
- Pada tahun 1836 bertemu dengan seorang Indo-Belanda di Ngoro yang bernama Coenraad Laurens Coolen (bekas militer Belanda).Dan C.L Coolen inilah yang memperkenalkan agama baru kepada Kelompok Nyai Dasimah dkk. Pertemuan ini merupakan cikal bakal lahirnya Gereja Kristen Jawi di Jawa Timur. Misi dari Nyai Dasimah dkk adalah Ngulati toya wening yang intinya siapakah Yesus Kristus Anak Allah itu. C.L Coolen mengajarkan pada Nyai Dasimah dkk. Berupa tiga Rapal yaitu : Sahadat Kalih Welasm Pepaken Sedasa, dan Donga Rama Kawula.
- Sebuah misi pekabaran injil didirikan pada tanggal 19 Oktober 1854 di Amsterdam oleh J. Esser bekas Residen Timor yang diberi nama " JAVA COMMITE ". Lembaga ini bergerak mengabarkan Injil di tengah-tengah masyarakat Madura, Tetapi hasilnya nihil.
- Tahun 1880 Dr. J.P Esser anak dari mantan residen Timor J. Esser menetap di Bondowoso,bergerak di tengah-tengah masyarakat Madura yang pindah ke Pulau Jawa. Didirikan pos-pos pekabaran Injil di Bondowoso dan Sumberpakem. Baptisan pertama di Sumberpakem pada tanggal 23 Juli 1882 atas nama Sadin alis pak Embing. Namun pertumbuhan kedua jemaat Madura ini menyedihkan.
- Pertumbuhan Jemaat-jemaat Jawa di wilayah timur nampak menanjak ;
- Tanggal 17 Juli 1897, rombongan Iprayim Setu Brontodiwiryo berasal dari Kertorejo, membuka hutan Tunjung putih, Yosowilangun, yang kemudian disebut Tunjungrejo.
- Pinkas alias pak Prawito asal Sambirejo, Kediri pada tahun 1904 membuka desa / Jemaat Sidoreno.
- Pak Lipur asal Mojowarno pada Tahun 1909 membuka hutan Darungan yang kemudian menjadi Sidorejo.
- Marwi Kertowiryo dkk dari Bongsorejo pada tahun 1907 membuka hutan Darungan yang kemudian menjadi desa / Jemaat Rejoagung.
- Pada tanggal 12 Mei 1911 Sariman dkk dari desa Bongsorejo membuka Kaliwadung yang kemudian diberi nama Tulungrejo.
- Pada tahun 1912 Yokanan dkk asal dari Mojowarno dan Aditoya membuka hutan LondhoLampesan, Jadilah Jemaat Sidomulyo.
- Pada tanggal 13 September 1955 Tariban alias pak Purwodadi asal Grojogan/ Sidorejo-Pare membuka hutan yang kemudian menjadi Purwodadi.
- Pada tahun 1922 paak Lipur dkk yang membuka Sidorejo, membuka lagi hutan di daerah Asembagus,di beri nama Ranurejo.
- Pada tahun 1926 pak Barliyan dkk dari Rejoagung,membuka hutan di daerah Asembagus, yang diberi nama Wonorejo.
Di Sebanen P.Lipur dkk menetap selama 4 tahun dengan banyak mengadakan kebaktian. Diantaranya Baptisan pada tanggal 2 Agustus 1907 (data tidak jelas karena kurangnya sumber) dan Baptisan atas nama Marinten Elimo,anak dari Elimo dan Roeminten. Dengan nomor stanbook 5003. Menurut sumber yang ada baptisan tersebut dilayani oleh Pendeta dari Java Commite (namanya tidak jelas). Ada kemungkinan yang melayani adalah Pendeta Java Commite yang pada waktu itu,diantaranya : Hvd. Spiegel, O. Dedecker, H. Hendriks, F. Schelhorts dan Hw Vd. Van Den Berk.
Dan pada tahun 1909 P. Lipur dkk pergi ke arah Timur dan membuka lahan baru di Darungan (cikal bakal Sidorejo).Karena minimnya sumber yang ada,penulis hanya dapat menyampaikan ada 8 keluarga yang ikut babad tanah Darungan, diantaranya :
- Keluarga P.Lipur
- Keluarga P.Surat
- Keluarga P.Jo Tarim
- Keluarga P.Marinten
- Keluarga P.Coyo Petrus
- Keluarga P.Marsoyo
- Keluarga P.kinar
- Keluarga Piik
- Babad Tanah Darungan (1909)
Dan makam yang ada dipindahkan ke makam umum yang ada di Sidorejo.
- Nama Desa Sidorejo
Sehingga pada tahun 1914 sudah ada 35 KK. Karena mereka banyak yang berasal dari Sidorejo-Pare-Kediri, Maka daerah yang ditempati diberi nama Sidorejo. Karena terdorong oleh keinginan memiliki Gereja yang mandiri, Maka P.Lipur dkk menyediakan lahan pekarangan yaitu tanah untuk Gereja, Tanah untuk Sekolahan, dan tanah sawah seluas 8,260 ha, Yang tanah tersebut dipergunakan untuk menghidupi Jemaat yang sampai saat ini. Sekarang tanah tersebut dikelola dengan baik dan ditanami tanaman tebu.